Athazagora Halaman Ketiga

Ini adalah hari ketujuh hujan turun di kotaku. Sudah genap satu minggu aku tidak pernah lolos dari hujan dan selalu basah kuyup saat mengendarai motor matic-ku sepulang dari kampus.
"Kalau hujan begini, malah membuatku teringat sesuatu. Rindu juga" kataku dalam hati setiap kali kehujanan di jalan. Dulu, sempat aku menikmati rasanya basah kuyup karena hujan malam hari dan itu lumayan berkesan, yang pasti karena Gora yang kehujanan bersama denganku.
Sore ini aku masih di kampus, tak ada hal lain yang membuatku stay dikampus selain organisasi, aku memang mengikuti dua organisasi yang satu organisasi di jurusan ku dan satu lagi UKM yang aku ikuti itu UKM Seni Tari. Hari ini ada rapat pengurus di UKM dan aku belum bisa pulang, sebenarnya walaupun bisa tetap saja tidak, toh sore ini hujan nya deras sekali. Sebentar, aku lupa menyimpan handphone-ku dimana, seingatku aku tadi menyimpannya di atas tas sebelum membeli minum ke kantin.
"Za, ini handphone mu tadi berbunyi, tergeletak di atas tas. Memangnya kamu sekaya itu membiarkan handphone tergeletak dimana saja. Memang kau ini, beramal tidak tanggung-tanggung." Kara, teman seangkatanku di UKM, sudah sangat dekat denganku karena kita juga satu kelas di jurusan. Teman laki-laki yang bisa diandalkan memang.
"Aku tadi beli minum dulu, ku pikir tidak akan lama dan tadi ada Ari di luar jadi aku santai saja. tapi, terimakasih Kar. Biar nanti ku amalkan yang lain saja, yang ini cuma ada satu" balasku dari candaannya itu.
Tunggu, tadi Kara bilang HP-ku berbunyi, jangan-jangan Ibu menelpon karena Ayah belum sembuh juga. Sudah 7 hari ayah sakit lambung dan tidak mau dibawa ke dokter. Kadang aku heran, orang tua selalu begitu, saat sakit tidak mau dibawa ke dokter, malah bilang "capek" seakan sudah sangat pasrah, itu membuatku semakin khawatir justru.
"Athaza sedang dimana ?" ini yang ku lihat di lockscreen HP-ku dan ini pesan bukan dari Ibu. Bagaimana bisa ? Ini pesna dari Gora.
Aku tidak mungkin harus mencubit tangan atau pipiku untuk meyakinkan bahwa aku tidak sedang bermimpi, karena aku yakin betul aku menapak di lantai dan aku melihat orang lain sangat jelas. Jujur aku kaget, karena ini adalah tiga bulan setelah dia hilang seperti diculik monster yang bahkan tidak tahu datangnya dari mana dan tidak mungkin bisa ditemukan. sesulit itu hilangnya dia memang, karena benar-benar tak bisa terlihat bayangan nya pun, apalagi batang hidungnya.
seketika aku bingung harus membalas apa, disitu semua perasaan takut mulai bermunculan, takut salah, takut terbawa perasaan, takut di hack. Ah, tapi aku beranikan diri, toh hanya bertanya sedang dimana.
"Di sanggar, kenapa ?" setelah ku pikir 3 menit lamanya hanya tiga kata itu yang aku pikir masih wajar untuk membalas pertanyaanya itu.
" sedang sibuk ?" tring HP-ku berbuni lagi
wah, ada yang tidak beres. kenapa pertanyaan nya seperti menimbulkan penafisiran lain.
" sedang sibuk-sibuknya skripsi. tapi kalau hari ini tidak sibuk apa-apa." loh aku tidak sadar sudah terlalu terbuka lagi dengan membalas seperti itu.
" wah aku ketingglan info. sudah lama tidak ngobrol, jadi tidak tahu."
mana mungkin dia tahu, peduli saja tidak, bagaimana bisa tahu. balasan seperti itu membuat aku berpsekulasi bahwa Gora memang ingin tahu dan berharap tahu keadaanku. tapi aku tidak boleh sembarangan berspekulasi, nanti salah lagi.
" tidak apa-apa. do'a kan saja seminggu lagi aku sidang komprehensif. kuharap kamu mau mendoakan." balasku berharap itu jawaban yang biasa saja
" oya ? aku pasti datang. mendoakan juga"
ah, dia mulai lagi. seperti kemarin kemarin yang datang tidak jelas pergi juga pasti nanti tidak jelas. Aku mencoba untuk tidak pedulikan itu, tapi mana bisa, lelaki yang mengirimku pesan itu Gora dan aku tidak pernah bisa menolak apa-apa darinya.

Comments