Surat Malam #3


Hai, Gora. Selamat malam.
Sudah terhitung tiga minggu dari terakhir aku mengirimu surat.  Maaf karena selama tiga minggu ini aku tak mengirim surat.

Gora, sejak pertama kali aku mengirim kau surat, aku sudah memutuskan untuk memberitahumu tentang apa yang terjadi padaku dan mencari tahu apa yang terjadi dengan kamu ?

Kau tau sendiri, kau adalah tempat ternyamanku untuk mengkisahkan banyak hal.

Seminggu yang lalu, seorang laki-laki datang, mengajaku berkenalan. Persis sepertimu, dia menemukanku pertama kali lewat instagram, kemudian kami melanjutkan perkenalan kami di Line. Jujur, aku mengingatmu kembali setelah itu. Dulu itu yang aku dan kau lakukan bukan ?

Dia menyebalkan, sama seperti kau dulu yang membuatku kesal padahal baru saja berkenalan.
Aku tidak begitu meladeni lelaki ini, tapi dia terus menghubungiku. Aku bukan tak mau berbaik hati, hanya saja terkadang beberapa hal menginatkanku pada kita.

Oh iya, beberapa hari ini hujan turun di daerah tempat tinggalku. Sudah lama rasanya aku tak mencium bau petrikor. Akhirnya, aroma itu mampir juga. Bagaimana di kotamu ? apa petrikor mampir juga ? pasti suhu semakin dingin disana ketika hujan turun. Bahkan saat musim kemaraupun, kau tak bisa lepas dari sweatermu. Jujur kau terlihat sangat pas dengan sweater itu. Hanya kurang sedikit senyum saja.

Aku ingat lagi, dua tahun yang lalu aku menikmati hujan di malam hari dengan rasa senang. Karena pada saat itu, bulan Desember kamu mengantarku membeli hadiah ulang tahun untuk adiku, padahal hujan tidak berhenti. Kau pun baru saja sampai. Sejak kecil aku menyukai hujan, dan sejak saat itu juga aku semakin menyukainya.

Jangan terlalu sering keluar malam, Gora. Sekarang cuaca tidak bisa ditebak. Hujan turun sangat tiba-tiba, padahal siang hari panas bukan kepalang. Aku tau kau akan marah kalau aku bilang begini, karena malam hari adalah waktu yang sangat kamu sukai. Tapi mau bagaimana lagi, ini kepedulianku. Kalau memang tetap tak mau dihiraukan ya tak apa. Aku tau seberapa keras kamu, kadang beberapa hal pun hanya jadi percuma, karena kamu sudah meyakini yang lainnya.

Gora, aku mau bercerita. Kemarin aku baru saja mengikuti tes kerja, tapi sayangnya tidak lolos. Kecewa memang, kadang aku merasa sudah berusaha sangat keras tapi hasilnya masih tak sesuai harapan. Sekarang, kalau aku mengikuti tes atau apapun aku tak bilang pada siapapun, aku berusaha untuk menikmatinya sendiri, walau terkadang aku butuh orang-orang yang selalu mengirimku pesan sekedar menyemangati. Tapi pun percuma, kau tidak akan mengirimiku pesan itu. Harusnya kau peduli lagi seperti dulu. Kenapa sekarang tidak ?

Kadang aku berpikir, apa dua tahun merupakan waktu yang cukup untuk merubah seseorang. Aku seperti melihat dua orang berbeda pada dirimu. Dulu kau begitu sekarang begini. Aku seperti mengenal seseorang yang baru, tapi aku yakin itu kau, Gora yang dulu manyenangkan sekali.

Dua tahun aku menikmati permainan yang diberikan entah oleh Tuhan atau olehmu. Aku ikuti karena kupikir semua juga akan selesai, tapi nyatanya semakin ku ikuti aku semakin terjerumus masuk kedalam permainan yang menyebalkan ini. Tak ada yang membantuku keluar. Padahal aku berharap kau yang akan mengulurkan tanganmu dan menariku keluar. Tapi seperti biasa, harapan tinggal harapan, semua berkahir kekecewaan. Selalu saja, harapanku tak seperti kenyataan. Kau membantah segala pengharapan yang aku buat. Membangun perngharapanmu sendiri, yang sampai sekarang pun aku tak bisa memahaminya. Ya, memahami apa yang kau harapkan dariku.

Yasudah, aku pikir aku akan mengakhiri surat untuk malam ini. Aku harus tidur karena ini sudah pukul 02.34 dini hari.

Oh iya, mulai sekarang aku akan mengirimimu surat semauku, tidak tiap hari atau tiap minggu. Pokonya, kapanpun aku mau dan kapanpun aku butuh kamu. Jadi pastikan kamu ada di rumah dan langsung menerima suratnya.

Selamat menikmati kopimu hari ini.
Penulis, Athaza.

Comments